√ Drummer Sekolahan vs Otodidak

√ Drummer Sekolahan vs Otodidak - Hallo Sobat Tips Bermusik, pada kesempatan kali ini Tips Bermusik akan mengulas artikel dengan judul √ Drummer Sekolahan vs Otodidak, kami telah menyiapkan artikel ini dengan baik untuk Anda baca dan ambil informasi di dalamnya. Mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini mudah dipahami. OK, selamat membaca sob!


Judul : √ Drummer Sekolahan vs Otodidak
link : √ Drummer Sekolahan vs Otodidak

√ Drummer Sekolahan vs Otodidak


Belajar musik (drum) sekolahan vs otodidak.

Pertanyaan kaya gini hampir tiap hari nongol. Tapi buntut2nya saling cela antar yang sekolah dan yg tidak...

Yg otodidak "Wahh main musik itu pake Liver! (Hati) bukan dari bacaan not notan"

Yg sekolahan "duh, ngawur amat mainnya. Pasti gak pernah belajar"

#gubrak #gabruk #ciaatt #jgerr

Ributlah... ribut tanpa ujung... kok ya gak capek2?

Pertama saya kenalin ulang, saya Denny AJD.

Dosen Kepala Departement Drum di IMI. Dosen juga di Yamaha Akademia.
Endorsee Yamaha Drums, Paiste Cymbals, Evans drumhead.
Skr Drummernya Voodoo band.
Sudah nulis 6 buku. Terbaru adalah "Ostinato master studies".
Yang buat, pengurus dan pemilik tunggal web KlinikDrum.com.
Yang pernah jadi murid saya adalah:
Ikmal Tobing, Anton Kerispatih, Alvin Noxa, Andreas Pranata, Rama Zigaz, Rani  Ramadhany, Alsa, Peter Nicholaus Lumingkewas, S Bahri Nazri, Irfan Laoki (pemenang 3 YGDC 2015), Samsooy (pemenang pertama Sak*e Drum compt), Wildan Hendrawan (Mangini Lokal) etc...

Dan guest what? Saya Otodidak.

Tapi... saya bisa baca, bisa nulis, bisa ngajar, bisa adakan klinik, bisa rekaman, bahkan bisa nembak (maklum orang Perbakin) 😅

Nah pure otodidak kah?

Silahkan dinilai sendiri. Saya cuma belajar dari mendengarkan kaset2 Metallica, Casiopae, A-Ha, Green Day, Yanni, Dream Theater, Faith No More dll.

Belum ada Youtube waktu itu, wong saya lulus SMA aja tahun 1996 (umur 17 taun) dan baru menyentuh drum umut 16 tahun.

Tapi... pikiran saya juga terbuka. Saya dengarkan semuaaa jenis musik. Bukan metal tok, bukan jazz tok etc...

Saya banyak beli buku Modern Drummer dan pelajari tiap2 lessonnya. Juga buku2 drums lainnya seperti keluaran Jim Latta, Joe Porcarro etc.

Saya juga berteman dengan teman2 yang luar biasa seperti mas Inank Noorsaid, mas Gilang, Titi Rajo Bintang, Brian So7, Revi Awondatu, Indra "Kalahari" etc

Ketika main, saya curi ilmu mereka, dan kadang mereka (yang seumuran) mungkin juga curi ilmu saya.

Kalau ditanya apakah saya pernah les drum? Jawabnya pernah, tapi hanya 2x pertemuan karena jujur agak kecewa karena cara ngajar gurunya kurang sreg.

So, gimana saya bisa baca not? Ya, saya belajar sendiri, research sendiri. Trial error etc... sempat sesat tapi alhamdulillah benar pada akhirnya.

Balik lagi, silahkan nilai sendiri saya Otodidak atau bukan.

Cukup tentang saya... lanjut...

Nah... saya luruskan nih.

Otodidak itu ada 3 macam:

1. Yang belum sempat tapi mau belajar.

2. Yang mau banget belajar tapi gak punya biaya.

3. Yang gamau belajar karena sudah merasa dirinya hebat. Pokoknya yg main sambil baca not dianggap gak hebat, karena mainnya gak pake Liver !

Weits, utk yg nomor 3 saya jawab dulu...

Musisi baca partitur itu bukan karena tidak hafal lho dan juga bukan hanya notnya yang dibaca melainkan road mapnya alias alur lagu lari kemana aja.

Kenapa perlu baca? Working musician gak selalu ada waktu utk latihan lho. Lagu yg dimainkan bukan lagu2 yg itu2 doank. Apalagi klo sudah masuk lagu2 medley. Waduhh... pusing pala...

Memang main musik pasti harus pakai Liver (hati), tapi bermain salahpun bisa terjadi sembari pakai hati... mainnya sudah dirasakan, diresap, dihayati... tapi ya kalau groove, tempo, dinamika dan road map salah yaaa SALAH... masa jadi bener karena ngandalin liver doank? (Maaf, hati)

Disitulah kita perlu belajar.

Apalagi kemampuan baca notasi. Wahh baca itu aset mas/bu/pak/mbak... belajar musik gak kaya belajar silat, hanya niru gerakan. Dan ketika tidak bisa baca maka terutuplah kesempatan utk menjadi guru musik. (Padahal guru musik itu incomenya gak main2 lho) serius... belum lagi hangus juga kesempatan jadi session, penulis buku, kontributor majalah musik, komposer dll

Selain itu pendidikan juga memperhalus perasaan... (kata Albert Einstein) pendidikan musik juga membuat antar musisi menyambung satu sama lain.

Gak terjadi lagi masing2 musisi punya istilah sendiri2, ngawur pula...

Misalnya "buat apa Part Time Music, buat apa beat ganjil 7/5, buat apa super power beat drumming, buat apa main double beat..." yah... begitu2 lah...

Yang berpengalaman dan tau banyak soal musik bakal menertawakan semua itu. Bener deh... sounds silly.... sounds 'sotoy'... pikir 2 kali deh klo mau ngetik yang aneh2... serius...

Nah... untuk bisa main musik dengan 'hati' itu perlu teknik khusus lho. Bisa dibilang lebih susah daripada main Pedal double etc... kenapa?

Karena memerlukan kedewasaan bermusik utk menguasainya, ego yang terkontrol, pikiran yang terbuka dan pada akhirnya back to basic. Balik lagi ke masalah grip, basic motion, balance tubuh, kontrol dinamika, akurasi pukulan dll...

Tapi kenapa terkadang yang sekolah musik mainnya ada yang kaku? Nah... itu tergantung nasib. Mereka (yang dikatakan kaku) mungkin aja musikalitasnya kurang (diperhalus dari kurang berbakat) tapi mereka punya passion untuk memperbaiki diri.

Di Indonesia sayangnya banyak yang punya bakat, tapi gak mau mengembangkan diri. Karena sudah puas, sudah merasa paling hebat dll. Sayang banget, bakatnya mubazir.

Sekali lagi, sekolah musik atau at least belajar sendiri tapi detail dan meluas itu perlu. Biar tidak menjadi "kambing conge" kata orang dulu bilang.

Buka pikiran, jgn fanatik sama satu genre musik aja, miliki attitude yang baik, rajin latihan, rajin explorasi, rajin berkarya, banyakin teman. InsyaAllah jadi musisi sukses...

Aminnn....

@DennyAJD

Ilustrasi


Choices:

A. Belajar
B. Tidak

If choose "A"

Chance of failure 20%
Chance to meet bad teacher 30%
Chance to play better 80%
Chance to understand music theory 90%
Chance to connect with other musician 90%
Chance to know your level of playing 100%
Chance to be a working musician 85%
Change to be a good player and got endorsement deal 75% (sehingga tdk perlu beli alat musik, alias dikasih GRATIS). Ask siswa2 saya (Alvin Noxa, Ikmal Tobing, Samuel Rusli, Rama Zigaz, Aries Garasi, Rani Ramadhany, Alsa ect)

Note: Tetap bisa belajar dari Youtube, bahkan bahasanya bisa lebih konek dengan si penyampai lesson) Kemampuan belajar meningkat tajam.

If choose "B"

Chance of failure 90%
Chance to meet bad free lesson 80%
Chance to play better 30%
Chance to understand music theory 10%
Chance to be a good player and got endorsement deal 10%
Chance to connect with other musician 5%
Chance to over confidence 95%
Chance to be a working musician 10%



*Tulisan ini dilarang keras utk digunakan utk kepentingan pribadi seperti skripsi, blog, buku dll tanpa seizin dan sepengetahuan penulis. (pelanggaran akan ditindak tegas)

Itulah Artikel Tentang √ Drummer Sekolahan vs Otodidak

Demikian artikel √ Drummer Sekolahan vs Otodidak kali ini, semoga isi post ini bermanfaat. OK, sampai jumpa di postingan menarik berikutnya. Salam Sukses!


Anda sekarang membaca artikel √ Drummer Sekolahan vs Otodidak dengan alamat link https://tips-bermusik.blogspot.com/2015/04/drummer-sekolahan-vs-otodidak.html

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel